# kasih sayang dlm islam #


“Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujuraat [49]:13).
AJARAN Islam tentang kasih sayang telah lama di kumandangkannya dengan sempurna dan indah. Namun, kebanyakan dari manusia tidak menyadari apa arti sesungguhnya dari kasih sayang itu sendiri, sehingga dapat terhenti dan menyimpang dari aturan-aturan yang telah di firmankan oleh Allah SWT dan sabda-sabda Rasul-Nya. Sebagaimana syair yang mengatakan, “mawaddatuhu taduumu likulli haulin, wa hal kullun mawaddatuhu taduumu”, kasih sayangnya (manusia) selalu kekal untuk segala hal yang menakutkan, dan apakah setiap orang itu kasih sayangnya selalu kekal. (Jawaahirul Balaaghah:407). Hal ini karena tidak diniatkan semata karena Allah yang tidak dijadikan sebagai ladang amal bahkan hanya untuk memperoleh keuntungan dan kesenangan duniawi saja.Makna kasih sayang tidaklah berujung, sedangkan rasa kasih sayang adalah sebuah fitrah yang mesti direalisasikan terhadap sesama sepanjang kehidupan di dunia ini ada, tentunya dalam koridor-koridor Islam. Ini berarti bahwa Islam tidak mengenal waktu, jarak, dan tempat akan sebuah kasih sayang baik terhadap teman, sahabat, kerabat, dan keluarganya sendiri.
Rasulullah saw. bersabda, “Man laa yarhaminnaasa laa yarhamhullaah” Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah tidak akan menyayanginya. (H.R. Turmudzi). Dalam hadis tersebut kasih sayang seorang Muslim tidaklah terhadap saudara se-Muslim saja, tapi untuk semua umat manusia. Rasulullah saw. bersabda, “Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian mengasihi.” Wahai Rasulullah, “Semua kami pengasih,” jawab mereka. Berkata Rasulullah, “Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh umat manusia).” (H.R. Ath-Thabrani). Bahkan, bukan hanya kepada manusia saja ajaran Islam yang tinggi ini telah mengajarkan bagaimana kasih sayang terhadap hewan dan tumbuhan yang harus direalisasikan. Abu Bakar Shiddiq r.a. pernah berpesan kepada pasukan Usamah bin Zaid, “Janganlah kalian bunuh perempuan, orang tua, dan anak-anak kecil. Jangan pula kalian kebiri pohon-pohon kurma, dan janganlah kalian tebang pepohonan yang berbuah. Jika kalian menjumpai orang-orang yang tidak berdaya, biarkanlah mereka, jangan kalian ganggu.” Sebuah nasihat ini walau dalam keadaan untuk perang, ajaran Islam tetap memancarkan kasih sayangnya terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan. Sebuah kisah lain yang menarik ketika Amr bin Ash menaklukkan kota Mesir, saat itu datanglah seekor burung merpati di atas kemahnya.
Melihat kejadian ini, kemudian Amr bin Ash membuat sangkar untuk merpati tersebut di atas kemahnya. Tatkala ia mau meninggalkan perkemahannya, burung dan sangkar tersebut masih ada. Ia pun tidak mau mengganggunya dan dibiarkan burung merpati itu hidup bersama sangkar yang ia buat. Maka kota itu dijuluki sebagai kota fasthath (kemah).
Jelaslah bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi akan kasih sayang. Kita perlu mencontoh teladan Nabi saw. dan para sahabatnya yang benar-benar merealisasikan makna kasih sayang yang tanpa batas itu, tentunya untuk mencapai keridaan Allah semata yang bukan untuk mencari kesenangan dunia. Maka memang pantas bahwa Islam dikatakan sebagai agama rahmatan lil ‘alamiin. Sifat kasih sayang adalah termasuk akhlak yang mulia yang dicintai Allah. Sebaliknya Allah sangat membenci akhlak yang rendah. Di antaranya kepada orang-orang yang tidak memiliki rasa belas kasih sayang. Ditegaskan hadis Rasulullah saw., Laa tunza’ur rahmatu illaa min syaqiyyin. Rasa kasih sayang tidaklah dicabut melainkan hanya dari orang-orang yang celaka.(H.R. Ibn. Hibban).
Yang dimaksud dengan orang celaka adalah orang yang tidak memiliki rasa kasih sayang di dalam hatinya baik untuk dirinya maupun orang lain. Di sinilah perlunya kita bermuhasabah, bertafakur, apakah diri ini sudah benar menjalani hidup. Bagaimana kita mengasihi dan menyayangi ciptaan Allah sebagai akhlak yang mulia. “Sesungguhnya Allah SWT Maha Pemurah, Dia mencintai sifat pemurah, dan Dia mencintai akhlak yang mulia serta membenci akhlak yang rendah.” (H.R. Na’im melalui Ibnu Abbas r.a.).

Cinta kepada Allah
Di antara manusia banyak yang cinta dan mencintai Allah, tapi lebih banyak yang mencintai dunia. Mencintai Allah adalah fardu bagi kaum Muslimin dan Muslimat yang bukan sekadar dikata saja. Dan jika kita benar-benar mencintai Allah secara kesungguhan hati, maka proses “rasa kasih sayang” untuk makhluk ciptaan-Nya akan terbentuk dalam hati kita. Selain itu, jati diri kita sebagai seorang Muslim akan tampak lebih kokoh serta mampu menjalani syariat-syariat Islam yang diridai dan di berkahi oleh Allah SWT. Cinta kepada Allah adalah hal yang utama, sebagai jalan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat dengan melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya. Cinta kepada Allah hendaklah melebihi cinta kepada segala yang maujud yang selain Allah. Mencintai Allah berarti juga mencintai Rasul-Nya, yakni mengikuti segala petunjuk Rasul dengan sepenuh-penuhnya. Firman Allah SWT, “Katakanlah (hai Muhammad), ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali Imran [3]:31). Ketahuilah, kehidupan akhirat adalah kehidupan yang lebih baik dan kekal. Wallahu a’lam bishshawab.

Read More...

# cinta mnurut islam #


Kafemuslimah.com
Muqaddimah
“..Ya Allah Engkau Tuhanku.. Tiada tuhan melainkan Engkau.. Engkau cinta agungku.. Nabi Muhammad pesuruhMu..”Bait-bait nasyid kumpulan Quturunnada di atas sering mengingatkan kita kepada hakikat cinta yang sebenar. Bagi saya sendiri, makna serta irama yang dibawa oleh Qutrunnada ini benar-benar menyentuh jiwa apatah lagi di tengah-tengah kemarakan irama nasyid ala-KRU yang mewarnai dunia nasyid pada masa sekarang.Berbicara mengenai cinta, tentunya tidak akan lepas dari perbincangan kita tentang cinta monyet yang menghiasai dunia muda-mudi sekarang ini. Malah, tidak keterlaluan untuk dinyatakan, itulah pespektif masyarakat terhadap cinta. Padahal cinta seperti inilah yang sering mendorong pelakunya ke arah melakukan maksiat kepada Allah SWT. Sekotor itukah cinta?Apakah cinta itu sebenarnya? Cinta sebenarnya merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari fitrah manusia. Tanpa nilai cinta yang berdefinisi sebagai cetusan rasa dari orbit naluri ke arah mengenali satu objek dengan penghayatan hakikat dan kewujudannya akan membantutkan tumbesar manusia[sic!].
Kesenian cinta yang didasari runtutan fitrah tanpa dikotori oleh hawa syahwat merupakan lambang kedamaian, keamanan dan ketenangan. Namun cinta seringkali diperalatkan untuk melangsai keghairahan nafsu dan kebejatan iblis laknatullah. Demi kemakmuran manusia sejagat, kita mesti menangani fenomena cinta dengan nilai fikrah yang suci dan iman yang komited kepada Allah.Permasalahan cinta antara yang dihadapi secara serius oleh umat Islam hari ini. Pergesekan antara cinta hakiki dan cinta palsu menyebabkan umat Islam menghadapi dilema perasaan yang kronik. Krisis cinta palsu telah memapah umat Islam ke medan pergesekan yang memusnahkan etika spritual dan membunuh solidariti serta menodai sosial.Individu mukmin sewajarnya peka terhadap kehadiran cinta di dalam jiwa. Cinta yang berdasarkan nafsu dan syahwat semata-mata hanyalah cinta palsu yang penuh jijik dan dihina.Menyadari hakikat ini, saya mencuba untuk mengberanikan diri bercerita soal cinta secara ringkas menurut pandangan Islam. Apatah lagi dalam suasana masyarakat remaja khususnya tertipu dengan propaganda 14 Februari yang kononnya ialah hari Kekasih (Indonesia: hari kasih sayang. ed). Maka sibuklah dunia berbicara soal cinta yang lebih menjurus kepada cinta karut-marut yang bertemakan mainan perasaan yang sama sekali terseleweng dari kehendak Islam.Semoga Allah memberikan ganjaran terhadap usaha yang kecil ini dalam membersihkan jiwa pemuda-pemuda dari sebarang permainan perasaan yang hanya akan menyesatkan fikiran.
Apakah Kedudukan Cinta Di Dalam Islam?Adakah Islam memusuhi cinta? Adakah sebegini kejam sebuah agama yang disifatkan menepati fitrah? Sebenarnya tidak. Malah Islam memandang tinggi persoalan cinta yang tentunya merupakan perasaan dan fitrah yang menjiwai naluri setiap manusia. Namun, cinta di dalam Islam perlulah melalui pelbagai peringkat keutamaannya yang tersendiri :
1. Cinta kepada AllahIslam
meletakkan cinta yang tertinggi dalam kehiudupan manusia ialah cinta kepada Allah. Ketinggian nilai taqarrub Al-Abid kepada Khaliq dapat dilihat melalui cinta murni mereka kepada Pencipta. Tanpa cinta kepada Allah perlakuan hamba tidak memberi balasan yang bererti sedangkan apa yang menjadi pondasi dalam Islam ialah mengenali dan menyintai Allah.Sinaran cinta itu jua yang akan mendorong hamba bertindak ikhlas di mihrab pengabdian diri kepada Allah serta menghasilkan cahaya iman yang mantap. Firman Allah SWT :“..(Walaupun demikian), ada juga di antara manusia yang mengambil selain dari Allah (untuk menjadi) sekutu-sekutu (Allah), mereka mencintainya, (memuja dan mentaatinya) sebagaimana mereka mencintai Allah; sedang orang-orang yang beriman itu lebih cinta (taat) kepada Allah...” (Surah Al-Baqarah ayat : 165) Memiliki cinta Allah seharusnya menjadi kebanggaan individu mukmin lantaran keagungan nilai dan ketulusan ihsan-Nya.Namun menjadi suatu kesukaran untuk meraih cinta Allah tanpa pengabdian yang menjurus tepat kepada-Nya. Cinta Allah umpama satu anugerah yang tertinggi dan tidak mungkin siapa pun dapat memilikinya kecuali didahulukan dengan pengorbanan yang mahal. Cinta Allah adalah syarat yang utama untuk meletakkan diri di dalam barisan pejuang-pejuang kalimah Allah SWT. Firman Allah SWT (yang bermaksud) :“..Wahai orang-orang yang beriman! Sesiapa di antara kamu berpaling tadah dari ugamanya (jadi murtad), maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Ia kasihkan mereka dan mereka juga kasihkan Dia; mereka pula bersifat lemah-lembut terhadap orang-orang yang beriman dan berlaku tegas gagah terhadap orang-orang kafir...” (Surah Al-Maidah, ayat 54)
2. Cinta Kepada Rasulullah SAW dan para anbiya’
pabila manusia berada di dalam kegelapan yang begitu kelam, maka diutuskan pembawa obor yang begitu terang untuk disuluhkan kepada manusia ke arah jalan kebenaran. Sayang, pembawa obor tersebut terpaksa begelumang dengan lumpur yang begitu tebal dan menahan cacian yang tidak sedikit untuk melaksanakan tugas yang begitu mulia.Pembawa obor tersebut ialah Rasulullah SAW. Maka adalah menjadi satu kewajipan kepada setiap yang mengaku dirinya sebagai muslim memberikan cintanya kepada Rasulullah dan para ambiya’. Kerana kecintaan inilah, para sahabat sanggup bergadai nyawa menjadikan tubuh masing-masing sebagai perisai demi mempertahankan Rasulullah SAW. Dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menyebut :Diriwayatkan daripada Anas r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Tiga perkara, jika terdapat di dalam diri seseorang maka dengan perkara itulah dia akan memperolehi kemanisan iman: Seseorang yang mencintai Allah dan RasulNya lebih daripada selain keduanya, mencintai seorang hanya kerana Allah, tidak suka kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran itu, sebagaimana dia juga tidak suka dicampakkan ke dalam Neraka. (Bukhari : no. 15, Muslim : no. 60, Tirmizi : no. 2548 Nasaie : no. 4901)Namun, dalam suasana kita sekarang yang begitu jauh dengan Rasulullah SAW dari segi masa, adakah tidak berpeluang lagi untuk kita memberikan cinta kepada Rasulullah SAW? Sekalipun Rasulullah SAW telah meninggalkan kita jauh di belakang, sesungguhnya cinta terhadap baginda boleh dbuktikan melalui kepatuhan serta kecintaan terhadap sunnahnya. Oleh yang demikian, orang yang memandang hina malah mengejek-ngejek sunnah Rasulullah SAW tentunya tidak boleh dianggap sebagai orang yang menyintai Rasulullah SAW.
3. Cinta Sesama Mukmin
Interaksi kasih sayang sesama mukmin adalah merupakan pembuluh utama untuk menyalurkan konsep persaudaraan yang begitu utuh. Cinta sesama mukmin inilah yang mengajar manusia supaya menyintai ibu bapanya. Malah mengherdik ibu bapa yang bererti merungkaikan talian cinta kepada keduanya adalah merupakan dosa besar sebagaimana yang disebut di dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah r.a katanya:“Ketika kami bersama Rasulullah s.a.w, baginda telah bersabda: Mahukah aku ceritakan kepada kamu sebesar-besar dosa besar: Ianya tiga perkara, iaitu mensyirikkan Allah, mengherdik kedua ibu bapa dan bersaksi palsu atau kata-kata palsu..” (Hadis riwayat Bukhari, no. 5519, Muslim : no. 126)Alangkah indahnya sebuah agama yang mengajar penganutnya agar menghormati dan menyintai kedua ibubapanya yang telah melalui susah payah untuk membesarkan anak-anak mereka. Di manakah lagi keindahan yang lebih sempurna selain daripada yang terdapat di dalam Islam yang mengajar umatnya dengan pesanan :“..Dan hendaklah engkau merendah diri kepada keduanya kerana belas kasihan dan kasih sayangmu, dan doakanlah (untuk mereka, dengan berkata): "Wahai Tuhanku! Cucurilah rahmat kepada mereka berdua sebagaimana mereka telah mencurahkan kasih sayangnya memelihara dan mendidikku semasa kecil." (Surah Israk, ayat 24)Selain daripada cinta kepada kedua ibubapa ini, Islam juga meletakkan cinta sesama mukmin yang beriman sebagai syarat kepada sebuah perkumpulan atau jemaah yang layak bersama Rasulullah SAW. Hayatilah betapa dalamnya maksud firman Allah SWT :“..Nabi Muhammad (s.a.w) ialah Rasul Allah; dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras dan tegas terhadap orang-orang kafir yang (memusuhi Islam), dan sebaiknya bersikap kasih sayang serta belas kasihan kasihan sesama sendiri (umat Islam)...(Surah Al-Fath, ayat 29)Malah, Al-Quran sendiri menukilkan betapa pujian melangit yang diberikan oleh Allah SWT kepada golongan Ansar yang ternyata menyintai golongan Muhajirin dengan cinta suci yang berasaskan wahyu Ilahi. Malah dalam keadaan mereka berhajat sekalipun, keutamaan tetap diberikan kepada saudara-saudara mereka dari golongn Muhajirin. Firman Allah SWT yang bermaksud :“..Dan orang-orang (Ansar) yang mendiami negeri (Madinah) serta beriman sebelum mereka, mengasihi orang-orang yang berhijrah ke negeri mereka, dan tidak ada pula dalam hati mereka perasaan berhajatkan apa yang telah diberi kepada orang-orang yang berhijrah itu; dan mereka juga mengutamakan orang-orang yang berhijrah itu lebih daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kekurangan dan amat berhajat. ..”(Surah Al-Hasyr, ayat 9)Bukankah ini yang telah diajar oleh Islam? Maka di tengah-tengah kecaman keganasan yang dilemparkan kepada Islam pada hari ini, kenapa tidak masyarakat antarabangsa malah umat Islam sendiri melihat bahwa betapa agungnya unsur kasih sayang dan cinta yang terdapat di dalam Islam? Namun, betapa agungnya cinta di dalam Islam, begitu jualah agungnya penjagaan Islam sendiri terhadap umatnya agar sama sekali tidak mencemarkan kesucian cinta dengan kekotoran nafsu.Itulah cinta di dalam Islam. Ia tidak dapat tidak haruslah diasaskan di atas dasar keimanan kepada Allah. Alangkah ruginya cinta yang lari dari landasan iman. Akan hanyutlah jiwa-jiwa yang menyedekahkan dirinya untuk diperlakukan oleh ‘syaitan cinta’ sewenangnya-wenangnya.
Cinta Dunia Remaja : Tragedi Yang Menyayat Hati
Tidak ada orang yang boleh mendakwa dirinya lari daripada mainan perasaan. Asal saja ia bernama manusia, maka sekaligus dirinya akan dicuba dengan mainan nafsu yang bagaikan lautan ganas yang begitu kuat bergelombang. Salah satu darinya ialah mainan cinta.Tidak sedikit orang yang rebah kerana cubaan ini. Dalam berbicara persoalan peringkat pembinaan ‘cinta lutong’ (cinta monyet, terj, ed), mungkin menarik untuk menilik pendapat dari Syauqi.Benar kata Syauqi, cinta lutong ini bermula dengan mainan mata yang tidak mempunyai sempadannya; ia kemudiannya diikuti dengan sahutan suara dan saling berhubung. Sampai peringkat tersebut, amat sukar sekali bagi pasangan cinta untuk tidak bertemu dan berdating (berkencan, terj, ed) sekaligus mendedahkan diri kepada aksi yang lebih hebat. Oleh kerana itulah, Islam dalam menjaga kesucian cinta dari dicemari oleh unsur-unsur nafsu meletakkan batasan pandangan seorang muslim dan muslimah. Firman Allah SWT yang bermaksud :“..Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka; sesungguhnya Allah Amat Mendalam PengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan...”(Surah An-Nuur, ayat 30)Betapa bahayanya cinta lutong ini boleh dilihat apabila pasangan yang dhanyutkan olehnya tidak akan berupaya untuk berfikir secara waras lagi. Setiap detik dan masa yang berlalu tidak akan sunyi dari memikirkan persoalan cinta mereka. Setiap saat, jiwa sudah tidak mampu lagi untuk tenteram sekiranya tidak diperdengarkan dengan suara halus dan lunak yang berbicara dengan kata-kata yang hanya layak diperdengarkan di dalam kelambu. Sudah berkubur cita-cita perjuangan dan sudah lebur harapan masyarakat yang dipikulkan di atas bahu, yang ada hanyalah kehendak memuaskan hati pasangan masing-masing. Lantas, di saat demikian, layakkah orang yang hanyut ini diharapkan memikul tanggungjawab melaksanakan tugas penting membimbing masyarakat?Apakah penyelesaian terhadap permasalahan ini? Jalan yang paling baik ialah perkahwinan. Rasulullah SAW pernah bersabda yang bermaksud :“..Wahai golongan pemuda! Sesiapa di antara kamu yang telah mempunyai keupayaan iaitu zahir dan batin untuk berkahwin, maka hendaklah dia berkahwin. Sesungguhnya perkahwinan itu dapat menjaga pandangan mata dan menjaga kehormatan. Maka sesiapa yang tidak berkemampuan, hendaklah dia berpuasa kerana puasa itu dapat mengawal iaitu benteng nafsu..”(Bukhari : no. 1772, Muslim : no. 2485)Selain daripada perkahwinan yang tentunya merupakan perkara yang hampir mustahil untuk dilaksanakan dalam dunia seorang penuntut ilmu, maka Rasulullah SAW mencadangkan puasa sebagai jalan terbaik melepaskan diri dari kekangan nafsu yang meronta-ronta. Selain daripada itu, Islam sama-sekali tidak membuka pintu yang lain. Selain daripada perkahwinan, tidak dapat tidak, hanyalah kawalan terhadap jiwa mampu menyelamatkan diri sendiri dari turut terjun dalam arus ganas cinta lutong.Sesungguhnya cinta sebelum perkahwinan adalah cinta palsu yang walaupun dihiasi dengan rayuan-rayuan halus namun ia adalah panggilan-panggilan ke lembah kebinasaan! Dan sekalipun kekosongan jiwa daripada cinta lutong secara zahirnya adalah penderitaan dan kesunyian yang begitu hebat, namun itulah hakikat cinta sejati kepada Allah. Andainya hati dihiasi dengan rayuan-rayuan syaitan yang seringkali mengajak ke arah melayan perasaan, maka hilanglah di sana cita-cita agung untuk menabur bakti kepada Islam sebagai medan jihad dan perjuangan.Percayalah, masa muda yang dianugerahkan oleh Allah hanyalah sekali berlalu dalam hidup. Ia tidak akan berulang lagi untuk kali kedua atau seterusnya. Meniti usia remaja dengan berhati-hati dan mengenepikan mainan perasaan adalah merupakan perkara yang amat sukar sekali. Apatah lagi, semakin dihambat usikan perasaan, semakin ia datang mencengkam dan membara. Namun, itulah mujahadah melawan perasaan. Sekadar perasaan dan diri sendiri menjadi musuh, alangkah malunya untuk kita tewas terlalu awal. Usia emas yang diberikan ini alangkah baiknya andainya digunakan sebaik mungkin menggali sebanyak mana anugerah di bumi ilmu.Namun, kita manusia boleh tertewas bila-bila masa sahaja. Tidak kira siapapun kita. Sekalipun kita arif malah benar-benar mengetahui bahawa yang hadir hanyalah sekadar tipuan, namun kita bisa rebah dalam ketewasan yang kita sendiri sebenarnya merelakannya.Oleh yang demikian, apakah yang akan menyelamatkan selain keimanan, ketakwaan dan kecekalan?

Read More...

Tips Meredam Marah

Marah dan emosi adalah tabiat manusia. Kita tidak dilarang marah, namun diperintahkan untuk mengendalikannya agar tidak sampai menimbulkan efek negatif. Dalam riwayat Abu Said al-Khudri Rasulullah saw bersabda Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat meridlai, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang cepat marah dan lambat meridlai (H.R. Ahmad).

DAlam riwayat Abu Hurairah dikatakan Orang yang kuat tidaklah yang kuat dalam bergulat, namun mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah (H.R. Malik).

Menahan marah bukan pekerjaan gampang, sangat sulit untuk melakukannya. Ketika ada orang bikin gara-gara yang memancing emosi kita, barangkali darah kita langsung naik ke ubun-ubun, tangan sudah gemetar mau memukul, sumpah serapah sudah berada di ujung lidah tinggal menumpahkan saja, tapi jika saat itu kita mampu menahannya, maka bersyukurlah, karena kita termasuk orang yang kuat.

Cara-cara meredam atau mengendalikan kemarahan:

1. Membaca Ta'awwudz. Rasulullah bersabda Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A'uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk (H.R. Bukhari Muslim).

2. Berwudlu. Rasulullah bersabda Kemarahan itu itu dari syetan, sedangkan syetan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah (H.R. Abud Dawud).

3. Duduk. Dalam sebuah hadist dikatakanKalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah (H.R. Abu Dawud).

4. Diam. Dalam sebuah hadist dikatakan Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah (H.R. Ahmad).

5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat. Dalam sebuahhadist dikatakan Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud). (H.R. Tirmidzi)

Read More...

Mengapa Engkau Melalaikannya dalam Shalat ?

Sebagian muslimin meremehkan pakaian ketika melaksanakan shalat, apakah dengan bahan yang diharamkan seperti sutra bagi laki-laki, adanya gambar makhluk bernyawa atau hal lainnya. Berikut pembahasan ringkas mengenai hal tersebut dan hal-hal lain yang berkaian dengannya

Beberapa Perkara yang Perlu Diperhatikan Saat Hendak Shalat

Shalat dengan pakaian yang diharamkan
Sebuah pakaian bisa diharamkan bagi seseorang, mungkin dari sisi diperolehnya pakaian tersebut dengan cara yang haram, atau zat pakaian itu sendiri yang haram atau sifatnya yang haram.
  • Diperoleh dengan cara yang haram, mungkin dengan mencuri ataupun merampasnya dari orang lain atau yang semisalnya.

  • Zat pakaian itu haram, seperti pakaian sutera dan emas yang diharamkan bagi laki-laki untuk memakainya atau pakaian yang bergambar makhluk hidup (manusia dan hewan).

  • Sifat pakaian itu haram, seperti seorang laki-laki memakai pakaian wanita atau sebaliknya.
Shalat mengenakan pakaian yang diharamkan tersebut hukumnya haram. Lantas, apakah shalat yang dikerjakan sah ataukah batal ? Dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ahlul ilmi. Namun pendapat mayoritas ahlul ilmi adalah shalatnya sah, tidak batal. Pelakunya dianggap telah berbuat maksiat karena melakukan perkara yang diharamkan, yakni memakai pakaian yang diharamkan. Ketika syariat melarang mengenakan sebuah pakaian secara mutlak pada saat menunaikan shalat ataupun di luar shalat, maka ini tidaklah mengandung konsekuensi batalnya shalat yang dikerjakan dengan memakai pakaian tersebut. (Asy-Syarhul Mumti’, 1/ 448).

Shalat dengan memakai pakaian bercorak/ bergambar
Ummul mukminin Aisyah mengabarkan:

“Nabi shalat mengenakan khamishah yang memiliki corak/gambar-gambar. Beliau memandang sekali ke arah gambar-gambarnya. Maka selesai dari shalatnya, beliau bersabda, “Bawalah khamishahku ini kepada Abu Jahm dan datangkan untukku anbijaniyyahnya Abu Jahm , karena khamisah ini hampir menyibukkanku dari shalatku tadi .” Hisyam bin Urwah berkata dari bapaknya dari Aisyah, “Nabi bersabda, “Ketika sedang shalat tadi aku sempat melihat ke gambarnya, maka aku khawatir gambar ini akan melalikan/menggodaku .” (HR. Al-Bukhari no. 373 dan Muslim no. 1239)

Al-Imam An-Nawawi dalam syarah(penjelasan)nya terhadap Shahih Muslim memberi judul bagi hadits di atas dengan “Karahiyatush Shalah fi Tsaubin Lahu A’lam” artinya makruhnya shalat dengan mengenakan pakaian bergambar.

Rasulullah mengatakan bahwa gambar-gambar yang ada pada khamishah tersebut sempat menyibukkan beliau. Maksudnya, hati beliau tersibukkan sesaat dari perhatian secara sempurna terhadap shalat yang sedang dikerjakan, dari mentadaburi dzikir-dzikir dan bacaannya karena memandang gambar yang ada pada khamishah yang sedang dikenakannya. Karena khawatir hati beliau akan tersibukkan dengannya, belaiau pun enggan mengenakan khamishah itu dan memerintahkan agar mengembalikannya kepada Abu Jahm. Dari sini kita pahami, tidak disenanginya mengenakan pakaian yang bercorak/bergambar ketika shalat karena dikhawatirkan akan mengganggu ibadah shalat tersebut, walaupun shalat yang dikerjakan tetap sah. Diambil istimbath hukum dari hadits ini bahwa dimakruhkan segala sesuatu yang dapat mengganggu kekhusyukan shalat seperti hiasan, warna-warni, dan ukiran pada dinding masjid, atau hal-hal lain yang dapat menyibukkan serta memalingkan hati orang yang sedang shalat. (Ihkamul Ahkam, kitab Ash-Shalah, bab Adz Dzikr ‘Aqibash Shalah, Al-Minhaj 5/46, Fathul Bari 1/627, Syarhu Az-Zarqani ‘ala Muwaththa’ Al-Imam Malik, 1/290)

Ibnu Daqiqil ‘Ied berkata, “Hadits ini menunjukkan bersegeranya Rasulullah untuk memperbaiki shalat (melakukan hal-hal yang memberi kemashalahatan bagi ibadah shalat) serta menyingkirkan apa yang mungkin menodai pelaksanaannya. Di mana beliau melepas khamishah yang dikenakannya, menyuruh sahabatnya untuk mengembalikannya dan meminta penggantinya berupa pakaian lain yang tidak menyibukkan.” (Ihkamul Ahkam, kitab Ash-Shalah, bab Adz-Dzikr ‘Aqibash Shalah)

Zainuddin Abul Fadhl Al-Iraqi menyatakan, “Hadits ini menunjukkan keharusan meyingkirkan apa saja yang dapat menyibukkan orang yang shalat dari ibadah shalatnya dan melalaikannya. Hadits ini juga mengandung hasungan untuk menghadap sepenuhnya pada amalan shalat dan khusyuk di dalamnya. Sebagaimana pula hadits ini menunjukan bahwa pikiran sedikit/sejenak tersibukkan dengan perkara selain shalat tidaklah mencacati keabsahan shalat.” (Tharhu At-Tatsrib, 2/585)

Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa tidak disenangi untuk shalat di tempat yang padanya ada hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyukan shalat. Sehingga, sekiranya hal yang mengganggu itu dapat disingkirkan sebagaimana ditunjukkan dalam hadits berikut ini.

Anas bin Malik berkata, Aisyah memiliki qiram yang dipakainya untuk menutupi sisi rumahnya, maka Nabi bersabda:

“Singkirkan dari kami qirammu ini karena gambar-gambarnya terus menerus terbayang-bayang dalam shalatku.” (HR.Al-Bukhari no. 374)

Shalat Membawa Gambar
Bila seseorang shalat sementara di sakunya ada dompet yang di dalamnya terdapat uang kertas bergambar makhluk hidup, KTP, SIM yang tentunya ada pas fotonya, apakah shalatnya sah ?

Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab, “Shalatnya sah. Adapun gambar-gambar yang dibawanya dalam shalat tidaklah mencacati shalatnya karena ia dalam keadaan terpaksa atau ada kebutuhan untuk selalu membawanya. Adapun gambar/ foto kenang-kenangan, untuk mengingat seseorang dan semisalnya, tidak boleh dibawa. Bahkan tidak boleh dibiarkan tetap ada di dalam rumah, namun wajib dimusnahkan. Dengan dalil sabda Nabi kepada Ali bin Abi Thalib:

“Jangan engkau membiarkan satu gambar (makhluk hidup) kecuali engkau haus dan jangan pula membiarkan ada satu kuburan yang ditinggalkan kecuali engkau ratakan.” (HR. Al-Imam Muslim dalam Shahihnya)

Kemudian Asy-Syaikh menyebutkan beerapa hadits yang lainnya. (Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 10/417)

Shalat di Tempat yang Ada Gambar
Shalat di tempat yang di situ ada gambar-gambar bernyawa seprti gmbar-gambar pada surat kabar, majalah, dan buku-buku, atau gambar yang digantung di dinding hukumnya sah apabila si muslim yang shalat tersebut menunaikan shalatnya dengan tata cara yang diajarkan dalam syariat. Akan tetapi bila ia mencari tempat lain yang tidak ada gambarnya maka itu lebih utama dan lebih afdhal. (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 10/418)

Shalat Beralaskan Tikar
Dibolehkan shalat dengan memakai alas, baik berupa tikar, sajadah, kain, atau yang lainnaya selama alas tersebut tidak akan mengganggu orang yang shalat. Misalnya sajadahnya bergambar dan berwarna-warni, yang tentunya dapat menarik perhatian orang yang shalat. Di saat shalat, mungkin ia akan menoleh ke gambar-gambarnya lalu mengamatinya, terus memperhatikannya hingga ia lupa dari shalatnya, apa yang sedang dibacanya dan berapa rakaat ang telah dikerjakannya. Oleh karena itu tidak sepantasnya memakai sajadah yang padanya ada gambar masjid, karena bia jadi akan mengganggu orang yang shalat dan membuatnya menoleh ke gambar tersebut sehingga bisa mencacati shalatnya. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 12/ 362)

Dalil tentang bolehnya shalat dengan memakai alas adalah sebagai berikut:

Anas bin malik mengabrkan bahwa neneknya yang bernama Mulaikah mengundang Rasulullah untuk menyantap hidangan yang dibuatnya. Beliau pun datang memenuhinya serta memakan hidangan yang disajikan. Selesainya, beliau bersabda , “Bangkitlah, aku akan shalat mengimami kalian.” Anas berkata,”Aku pun bangkit untuk mengambil tikar kami yang telah menghitam karena lamanya dipakai. Aku percikkan air untuk membersihkannya. Rasulullah lalu berdiri. Aku dan seorang anak yatim membuat shaf di belakang beliau, sementara nenekku berdiri di belakang kami. Rasulullah shalat dua rakaat mengimami kami, kemudian beliau pergi.” (HR. Al-Bukhari no. 380 dan Muslim no. 1497)

Abu Sa’id Al-Khudri menyatakan:

“Ia pernah masuk menemui Rasulullah, ternyata ia dapatkan beliau sedang shalat di atas tikar, beliau sujud di atas tikar tersebut.” (HR. Muslim no. 1503)

Aisyah berkata:

“Adalah Rasulullah shalat beraaskan khumrah .” (HR. Al-Bukhari no. 379 dan diriwayatkan pula oleh Muslim no. 1502 dari hadits Maimunah)

Ibnu Baththal berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fuqaha di berbagai negeri tentang bolehnya shalat di atas/beralas khumrah. Keculai perbuatan yang diriwayatkan dari ‘Umar bin Abdil ‘Aziz bahwa ia pernah meminta tanah lalu diletakkannya di atas khumrahnya untuk kemudian sujud di atas tanah tersebut. Mungkin apa yang dilakukan oleh ‘Umar bin Abdil ‘Aziz ini karena berlebih-lebihannya beliau dalam sikap tawadhu’ dan khusyuk. Dengan begitu, dalam perbuatan beliau ini tidak ada penyelisihan dengan pendapat jamaah (yang menyatakan bolehnya sujud di atas khumrah).

Ibnu Abi Syaibah meriwaytkan dari ‘Urwah ibnuz Zubair bahwa ia membenci (memakruhkan) shalat di atas sesuatu selain bumi /tanah (membenci shalat dengan memakai alas). Demikian pula riwayat dari selain ‘Urwah. Namun dimungkinkan makruhnya di sini adalah karahah tanzih (bukan haram).” (Fathul Bari, 1/633)

Namun perbuatan Rasulullah ini cukuplah menujukkan kebolehan shalat di atas alas. Wallahu a’lam.

Al-Imam An-Nawawi menyatakan ,”Orang-orang dalam mazhab kami berkata, ‘Tidak dibenci shalat di atas wol, bulu, hamparan, permadani, dan benda-benda seluruhnya. Inilah pendapat dalam mazhab kami’.” (Al-Majmu’, 3/169)

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata, “Tidak apa-apa shalat di atas hamparan/tikar dan permadani dari wol, kulit, dan bulu. Sebagaimana dibolehkan shalat di ats kain dari katun, linen, dan seluruh bahan yang suci.” (Al-Mughni, kitab Ash-Shalah, fashl Tashihhu Ash-Shalah ‘alal Hashir wal Bisath minash Shuf)

Shalat dengan Pakaian yang Dikenankan Saat Buang Hajat/di WC
Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin pernah ditanya tentang hal ini, karena memungkinkan ketika keluar dari WC pakaian mereka terkena najis dan tidak diragukan WC tidak lepas dari najis. Bila demikian, apakah sah shalat mereka dengan mengenakan pakaian tersebut ? beliau menjawab, “Sebelum aku menjawab pertanyaan ini, aku hendak mengatakan bahwa syariat Islam ini, alhamdulillah, telah sempurna dari seluruh sisi. Cocok dengan fitrah manusia yang Allah ciptakan makhluk di atas fitrah tersebut. Di mana pula, agama ini datang dengan kemudahan dan keringanan, bahkan datang untuk menjauhkan manusia dari kebingungan dalam was-was dan bayangan-bayangan yang tidak ada asalny. Berdasarkan hal ini, seseorang dengan pakaian yang dikenakannya berada di atas kesucian, karena hukum asalnya demikian, selama ia tidak yakin tubuh dan pakaiannya terkena najis. Inilah hukum asal yang dipersaksikan oleh sabda Rasulullah tatkala ada seseorang mengadu kepada beliau bahwa ia merasa berhadats ketika sedang mengerjakan shalatnya. Beliau bersabda:

“Jangan ia berpaling (membatalkan shalatnya) sampai ia mendegar suara (angin) atau ia mendapati baunya.”

Maka hukum asalnya adalah tetapnya sesuatu di atas keadaanya semula (dalam hal ini: suci). Dengan begitu, basahnya pakaian yang dikenankan mereka saat masuk WC, bisakah dipastikan bahwa cairan tersebut adalah cairan yan najis dari air kencing, tahi, atau semisalnya ? Bila kita tidak bisa memastikan (tidak yakin) dengan perkara ini, maka dikembalikan kepada hukum asal, yaitu suci. Memang benar, menurut persangkan yang kuat pakaian itu bisa jadi terkena sedikit najis. Akan tetapi selama kita tidak yakin (sekedar menduga-duga) maka tetap hukum asal sesuatu itu suci, sehingga tidak wajib bagi mereka membasuh pakaian mereka. Dan mereka boleh shalat mengenakan pakaian tersebut.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 12/369)

Shalat Memakai Sandal
Rasulullah terkadang shalat tanpa alas kaki dan terkadang memakai sandal. Beliau membolehkan hal itu kepada umat beliau dengan sabdanya:

“Apabila salah seorang dari kalian shalat, maka hendaknya ia memakai kedua sandalnya atau ia lepaskan di antara kedua kakinya, dan jangan ia mengganggu orang ain dengan kedua sandalnya.” (HR. Al-Hakim 1/259, ia berkata, “Shahih di atas syarat Muslim.” Disepakati oleh Adz Dzahabi. Kata Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ashlu Shifati Shalatin Nabi 1/108, “Hadits ini memang sebagaimana yang dikatakan leh keduanya.”)

Didapatkan pula adanya penekanan beliauagar mengenakan sandal ketika shalat sebagaimana dalam hadits:

“Selisihilah Yahudi, karena mereka tidak shalat dengan mengenakan sandal dan tidak pula khuf mereka.” (HR. Abu Dawud no.652, dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa Fish Shahihain, hadits no. 471, 1/399)

Asy-Syaikh Al-Albani berkata, “Hadits ini memberi faedah disenanginya shalat dengan memakai sandal karena Rasulullah memerintahkannay dengan alasan untuk menyelisihi Yahudi. Minimal hukumnya adalah mustahab, walaupun secara dzahir hukumnya wajib. Karena hukum asal dari perintah adalah wajib, kecuali ada nash yang memalingkannya dari hukum wajib tersebut. Namun di sini tidaklah wajib hukumnya dengan dalil sabda beliau yang telah disebutkan sebelumnya:

“Apabila salah seorang dari kalian shalat, maka hendaknya ia memakai kedua sandalnya atau ia lepaskan keduanya…”

Dari ucapan beliau ini menunjukkan seseorang yang shalat diberi pilihan (antara memakai sandal atau melepaskannya) akan tetapi hal ini tidaklah meniadakan hukum mustahabnya…” (Ashlu Shifati Shalatin Nabi, 1/109, 110)

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari berkata, ”Mustahabnya dari sisi tujuan menyelisihi Yahudi.”

Sunnah ini tentunya akan dianggap asing oleh masyarakat kita karena ketidaktahuan mereka terhadap hukum-hukum yang rinci dalam agama ini. Juga karena pandangan mereka, apabila seseorang masuk masjid dalam keadaan memakai sandal berarti dia menghinakan masjid dan mengotorinya. Sehingga siapa saja yang hendak mengamalkan sunnah harus pandai-pandai melihat keadaan dan super hati-hati. Jangan sampai krena ingin menghidupkan sunnah namun hasilya malahan mendatangkan mudarat dan membuat fitnah di tengah masyarakatnya yang awam tersebut, yang menyebabkan sunnah ini justru dibenci dn agama ini semakin dijauhi. Wallahul musta’an.

Oleh karena itu, ajarilah dulu manusia agama yang mudah ini dengan penuh hikmah, sehingga mereka mengerti dan paham, dan pada akhirnya mereka cinta terhadap agama ini dan mengamalkan semua yang datang dari agama yang mulia ini, tanpa ada paksaan dari siapa pun. Wallahul muwaffiq ila ash-shawab.

Read More...

Kapan sebuah hadits dikatakan sebagai hadits shahih?

Hadits ada yang shahih dan ada yang daif. Kriteria apa saja sehingga sebuah hadits dapat dikatakan sebagai hadits yang shahih? Berikut ulasan singkat

Untuk mengetahui apakah sebuah hadits merupakan hadits shahih atau hadits daif diperlukan sebuah ilmu yang dikenal dengan ilmu mustholah hadits. Banyak kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama ahli hadits yang membahas tentang ilmu mustholah hadits ini.

Untuk menyederhanakan pembahasan agama, sering yang kita baca atau dengar dari sebuah hadits hanya matan/isi dari sebuah hadits, padahal sebenarnya para ulama ahli hadits meriwayatkan tidak hanya matan/isi akan tetapi juga sanad/periwayatan (urutan periwayatan hadits dari Rasulullah saw atau sahabat sampai kepada para ulama penulis hadits). Jadi dalam teks hadits yang lengkap terdiri dari 2 bagian:
  • Sanad/periwayatan
  • Matan/isi
Dr. Mahmud Thahan dalam kitab beliau, Taisir Musthalah Hadits menjelaskan sarat-sarat sebuah hadits dihukumi sebagai hadits shahih.
  • Sanadnya tersambung, artinya setiap rawi mengambil haditsnya secara langsung dari orang di atasnya, dari awal sanad hingga akhir sanad

  • Adilnya para perawi, yaitu setiap periwayat harus: muslim, baligh, berakal, tidak fasik, dan tidak buruk tingkah lakunya

  • Dlabith, yaitu setiap rawi harus sempurna daya ingatnya, baik dalam hafalan atau catatan.

  • Tidak syadz, yaitu tidak menyilisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih tsiqah

  • Tidak ada illat, yakni haditsnya tidak cacat.

Sebagai contoh, sebuah hadits dalam Shahih Bukhari

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّورِ

Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Yusuf, yang berkata telah mengkabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad bin Jabir bin Muth’im, dari bapaknya, yang berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw membaca surat At-Thur di waktu shalat maghrib” (HR. Bukhari, No 731)

Hadits diatas dihukumi sebagai hadits shahih karena:
  • Sanadnya tersambung, sebab masing-masing periwayat yang meriwayatkan telah mendengar haditsnya dari syaikhnya (gurunya). Sedangkan adanya 'an'anah yaitu Malik, Ibnu Syihab dan Ibnu Jabir termasuk bersambung karena mereka bukan mudallis

  • Para periwayat hadits diatas semuanya adil dan dlabith. Kriteria mengenai mereka (para perawi hadits) telah ditentukan oleh para ulama Jarh wa Ta’dhil, yaitu:
    -Abdullah bin Yusuf: orangnya tsiqah (terpercaya) dan mutqin (cermat)
    -Malik bin Anas: Imam sekaligus hafidz
    -Ibnu Syihab Az-Zuhri: orangnya faqih, hafidz, disepakati tentang ketinggian kedudukan dan kecermatannya
    -Muhammad bin Jabir: tsiqah
    -Jabir bin Muth’im: sahabat

  • Tidak syad, karena tidak bertentangan dengan perawi yang lebih kuat

  • Tidak ada illat (cacat) dalam hadits diatas
Untuk mengetahui keadilan dan kedlabithan para perawi dengan cara meneliti biografi mereka. Para ulama telah menulis biografi para perawi dalam kitab yang banyak, diantara kitab-kitab yang memuat biografi para perawi hadits yaitu:
  • Tarikh Kabir, karya Imam Bukhari. Kitab umum yang memuat para perawi tsiqah maupun yang dhaif

  • Al-Jarh wa ta’dhil karya Ibnu Abi Hatim. Kitab umum yang memuat para perawi tsiqah maupun yang dhaif

  • Al-Kamil fi Asmair Rijal karya Abdul Ghani. Kitab ini membahas perawi hadits yang terdapat dalam kitab Kutubus Sittah

  • Dan lain-lain

Ilmu Mustholah hadits hanya ada dalam agama Islam sehingga ajaran Islam dapat dijamin keasliannya secara ilmiah, alhamdulillah

Mudah-mudahan penjelasan ini tidak memuaskan sehingga pembaca semakin bersemangat untuk mengkaji lebih dalam

Referensi
Taisir Musthalahal Hadits, karya Dr. Mahmud Thahan
http://www.almeshkat.net/books/open.php?cat=9&book=2752

Read More...

Malam, Pagi, Siang dan Sore

Kuingin menjadi malammu
Disaat kau tertidur
Kan kujaga kau dari
Dinginnya malam
Kuselimuti tubuhmu dengan kasih sayangku
Kan kuhadirkan mimpi yang indah
Tuk menemani tidurmu

Kuingin menjadi pagimu
Disaat kau terbangun dari lelapnya tidur
Kan kuhadirkan keceriaan diwajahmu dan keindahan pagimu
Di iringi nyanyian-nyanyian burung berkicau

Kuingin menjadi siangmu
Di saat kau merasakan panasnya sang surya
Kan ku temani kau dalam setiap langkahmu
Kuhembuskan nafas siangku tuk meneduhi langkahmu
Dengan awan putihku

Kuingin menjadi soremu
Tuk menghantarkan kau menuju malamku
Mengiringi langkahmu menuju malamku
Hingga kau terbangun esok pagi

Read More...

#beda orang optimis dan pesimis#

Ada sebuah kalimat bijaksana berbunyi :Bedanya orang optimis dan pesimis adalah orang optimis melihat sebuah donat,tetapi orang pesimis melihat lubang dirtengahnya.

Anda hanya memiliki dua pilhan dalam hidup, -tertawa atau menangis- .apa yg anda sukai?

Senada dengan itu,kalimat lain berbunyi :"tertawalah maka seluruh dunia akan tertawa bersamamu,menangislah maka engkau akan menangis sendirian."

Tentu saja segala sesuatu tidak ada yg sempurna.Kita semua pasti pernah punya masalah.Namun, yg terpenting adalah bagaimana Anda mengatasi masalah tersebut.

*Belajarlah menemukan sisi indah dari hal-hal yg sepele
*Lakukan yg terbaik,bagaimanapun keadaan Anda,biarkan tawa menghapus air mata.
*Jangan berfikir Anda semestinya terlindungi dari petaka.
*Anda tidak bisa menyenangkan hati semua orang ,jangan biarkan kritik melukai Anda.
*Jangan biarkan orang lain menentukan pemikiran Anda:be yourself
*Lakukan hal-hal yg Anda sukai,tetapi jauhi berhutang
*Jangan gelisah tanpa alasan yug jelas
*Rasa benci bisa meracuni jiwa:jangan menginginkan dendam atau permusuhan.
*Sibukan diri Anda,maka tidak ada waktu untuk bersedih.

Kedengaranya memang berat,tetapi sebenarnya amat sederhana, dan bisa diterapkan dalam hidup sehari-hari.
Dijamin,Anda akan merasakan perbedaannya.Keadaan Anda tidak akan berubah menjadi lebih baik bila Anda hanya menggerutu saja -akan lebih membantu Anda mengurus persoalan itu dengan baik.Jika tidak membantu,paling tidak Anda tahu bahwa Anda akan lebih baik.
Karena pada akhirnya nanti,tidak banyak yg bisa kita kendalikan.Yg paling penting hanyalah memiliki dan mengontrol hidup Anda sendiri.Anda ingin menjadi seperti apa,pilihan itu terletak didalam tangan Anda.
Saya tidak tahu bagaimana hidup saya akan berakhir,atau kapan.Karena itu,satu hal yg bisa saya pastikan adalah bila saat itu tiba,saya tidak akan berontak melawannya.Saya bisa pergi dengan tenang,karena saya tahu bahwa saya telah hidup dengan terhormat dan bahagia.Bila saya bisa meninggal tanpa ada penyesalan,saya percaya akan meninggal dengan bahagia.Bahkan mungkin dengan senyum terukir diwajah.

Read More...

Renungan Jum'at: Rahmat Allah

Renungan Jum'at: Rahmat Alloh
: celoteh ucup al bandungi bukan rumi

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Assalaamu'alaikum Wr Wb
Alloh bersifat Maha Rahman. Maha mengasihi seluruh makhluk ciptaanNya. Segala keperluan makhlukNya dijamin oleh Nya. Tidak perduli apakah makhluk itu bersyukur atau tidak, beriman atau ingkar, semuanya tak ada satu makhluk terkecil apapun yang luput dari Rahmat Alloh.

Namun rahmat tersebut konon hanya berlaku di dunia saja, di alam kubur, mahsyar dan akhirat itu lain soal.
Maka sebagai manusia yang menjadi wakil Alloh di muka bumi ini, sebagai kholifah, manusia harus menebarkan kasih sayangnya kepada setiap makhluk. Karena semuanya merupakan ciptaan Alloh Yang Maha Rahman. Apalagi terhadap sesama manusia, makhluk terbaik di muka bumi ini.

Tidaklah layak kita saling memaki. mendengki dan sifat buruk lainnya.
Hendaklah kita justru saling mengingatkan dan membantu kepada kebajikan. Dan mencegah dari keburukan dengan cara yang terbaik. Saling mendo'akan agar mendapat karunia Alloh.
Bukankah Islam diturunkan sebagai rahmat bagi semesta alam?
Wallohu a'lam bishshowwab
Alhamdulillaahirobbil'aalamiin

Wassalaamu'alaikum Wr Wb
~ Bandung, November 1998
(ditulis ulang dengan beberapa perbaikan)

ucup al-bandungi bukan rumi
=====================

Read More...

bebek DAN dosa

Ada seorang bocah laki-laki sedang berkunjung ke kakek dan neneknya di
pertanian mereka. Dia mendapat sebuah katapel untuk bermain-main di hutan.
Dia berlatih dan berlatih tetapi tidak pernah berhasil mengenai sasaran.
Dengan kesal dia kembali pulang untuk makan malam.

Pada waktu pulang, dilihatnya bebek peliharaan neneknya. Masih dalam
keadaan kesal, dibidiknya bebek itu di kepala, matilah si bebek. Dia
terperanjat dan sedih. Dengan panik, disembunyikannya bangkai bebek di
dalam timbunan kayu, dilihatnya ada kakak perempuannya mengawasi. Sally
melihat semuanya, tetapi tidak berkata apapun.

Setelah makan, nenek berkata, "Sally, cuci piring."
Tetapi Sally berkata, "Nenek, Johnny berkata bahwa dia ingin membantu di
dapur, bukankah demikian Johnny?" Dan Sally berbisik, "Ingat bebek?"
Jadi Johnny mencuci piring.

Kemudian kakek menawarkan bila anak-anak mau pergi memancing, dan nenek
berkata, "Maafkan, tetapi aku perlu Sally untuk membantu menyiapkan
makanan.
"Tetapi Sally tersenyum dan berkata, "Tidak apa-apa, karena Johnny
memberitahu kalau ingin membantu."
"Kembali dia berbisik, "Ingat bebek?"
Jadi Sally pergi memancing dan Johnny tinggal dirumah.

Setelah beberapa hari Johnny mengerjakan tugas-tugasnya dan juga
tugas-tugas Sally, akhirnya dia tidak dapat bertahan lagi. Ditemuinya nenek
dan mengaku telah membunuh bebek neneknya dan meminta ampun.

Nenek berlutut dan merangkulnya, katanya, "Sayangku, aku tahu. Tidakkah kau
lihat, aku berdiri di jendela dan melihat semuanya. Karena aku mencintaimu,
aku memaafkan. Hanya aku heran berapa lama engkau akan membiarkan Sally
memanfaatkanmu."

-----
Aku tidak tahu masa lalumu. Aku tidak tahu dosa apakah yang dilemparkan
musuh ke mukamu. Tetapi apapun itu, aku ingin memberitahu sesuatu bahwa
Tuhan juga selalu berdiri di 'jendela'. Dan Dia melihat segalanya. Dan
karena Dia mencintaimu, Dia akan mengampunimu bila engkau meminta
ampunanNya.
Hal yang luar biasa adalah Dia tidak hanya mengampuni, tetapi Dia juga
tidak mengingat-ingat lagi dosamu. Asalkan engkau mengakui dan mohon ampun,
sekalipun dosamu semerah kirmizi akan diputihkanNya.


Read More...