lirik lagu Sherina

Ku Bahagia

Kita bermain-main
Siang-siang hari senin
Tertawa satu sama lain
Semua bahagia semua bahagia

Kita berangan-angan
Merangkai masa depan
Di bawah kerindangan dahan
Semua bahagia semua bahagia


Matahari seakan tersenyum

Walau makan susah
Walau hidup susah
Walau ‘tuk senyumpun susah
Rasa syukur ini karena bersamamu juga susah dilupakan

Oh ku bahagia
Oh ku bahagia

Kita berlari-lari
Bersama mengejar mimpi
Tak ada kata ‘tuk berhenti
Semua bahagia semua bahagia

Matahari seakan tersenyum


gag tw ana uka banget lagu ni, srasa ada semangat baru klo dengernya

Oh ku bahagia oh ku bahagia



Read More...

Tolong Jaga Mataku

Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya. Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Dia berkata akan menikahi kekasihnya hanya jika dia bisa melihat dunia.

Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya. Kekasihnya bertanya, "Sekarang kamu bisa melihat dunia. Apakah kamu mau menikah denganku?" Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Dia menolak untuk menikah dengannya.

Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu, "Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya."

Kisah di atas memperlihatkan bagaimana pikiran manusia berubah saat status dalam hidupnya berubah. Hanya sedikit orang yang ingat bagaimana keadaan hidup sebelumnya dan lebih sedikit lagi yang ingat terhadap siapa harus berterima kasih karena telah menyertai dan menopang bahkan di saat yang paling menyakitkan.


Hidup adalah anugerah

Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar -
Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara.

Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu -
Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu -
Ingatlah akan seseorang yang begitu cepat pergi ke surga.

Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu -
Ingatlah akan seseorang yang begitu mengaharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.

Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang membersihkan atau menyapu lantai -
Ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan.

Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh -
Ingatlah akan sesorang yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama.

Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu -
Ingatlah akan para penganguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.

Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain -
Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa dan kita harus menghadap pengadilan Tuhan.

Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu -
Pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini.

Hidup adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan dan isilah itu.


NIKMATILAH SETIAP SAAT DALAM HIDUPMU, KARENA MUNGKIN ITU TIDAK AKAN TERULANG LAGI!

Read More...

Rendahkan Hati, Tinggikan Harga Diri

Seharusnya seorang mukmin itu ibarat padi. Makin berisi makin merunduk. alam itu Umar bin Abdul Aziz sedang berada di kediamannya. Khalifah kaum Muslimin yang keadilannya dikenal hingga kini itu, sedang menulis. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Seorang tamu masuk dan berbincang dengan sang khalifah. Saat itulah lampu yang berada di atas meja Umar redup dan sepertinya kehabisan minyak.

Sang tamu buru-buru bangkit dari duduknya dan berkata, “Biar saya yang memperbaikinya.” Maksudnya, mengisi ulang minyak bakarnya.

“Menyuruh tamu, bukanlah perbuatan mulia,” ujar Umar.

“Kalau begitu, kubangunkan pembantumu!”

“Ia baru saja tidur,” jawab Umar. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan mengisi minyak lampu.

“Engkau sendiri melakukannya, wahai Amirul Mukminin?” tanya sang tamu heran.

“Aku melakukannya atau tidak, tetap saja aku Umar. Tak ada yang berkurang dariku. Sebaik-baik orang adalah yang tawadhu di sisi Allah,” jawab Umar.
Penggalan kisah itu hanyalah salah satu episode dari kehidupan Umar bib Abdul Aziz. Selain dikenal adil, ia juga mengajarkan dan mempraktikkan sikap tawadhu. Seperti kisah di atas.

Bagi seorang Mukmin, sikap tawadhu menjadi modal merengkuh kesuksesan: dunia dan akhirat. Al-Qur’an banyak merekam nasib sosok-sosok sombong yang akhir hayatnya terjerumus pada kehinaan. Iblis adalah contoh konkret dari sosok yang memiliki sifat takabbur. Dengan sombongnya ia mengaku di hadapan Allah bahwa dia lebih baik dari Adam. Ia mengatakan bahwa api lebih baik daripada tanah. Dengah demikian, ia menganggap dirinya lebih mulia, dan akhirnya merendahkan orang lain. Sikap iblis inilah yang mengundang murka Allah dan akhirnya mengenyahkannya dari surga.

Dalam sejarah manusia, Fir’aun adalah sosok yang sangat sombong. Ia pernah memerintahkan teknokrat pribadinya, Haman, untuk membuat bangunan tinggi agar sampai ke pintu-pintu langit dan dapat melihat Tuhan Musa. Allah berfirman, “Dan berkatalah Fir’aun, ‘Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta,” (QS al-Mukmin: 36-37).

Tawadhu’ berarti menghargai orang lain. Sikap menghargai orang lain merupakan sifat terpuji. Kita menganggap bahwa orang lain lebih baik, lebih benar dan lebih mulia. Tentu, penghargaan dan pengagungan yang proporsional. Bukan taklid buta.

Rasulullah saw adalah orang yang sangat menghargai prestasi dan pendapat para sahabat dan pengikutnya. Menjelang Perang Badar, ia mengalahkan pendapatnya dan menerima ide Hubbab bin Mundzir untuk menentukan strategi perang. Pada Perang Uhud, ia menerima pendapat para sahabatnya yang ingin menyongsong lawan di medan perang, berlawanan dengan pendapatnya sendiri yang ingin menanti musuh di dalam kota. Usul Salman al-Farisi untuk menggali parit dalam Perang Khandaq, diterima dengan baik oleh Rasulullah saw. Dengan rendah hati Nabi saw menerima pendapat para sahabatnya.

Abdurahman bin Auf, seorang sahabat Rasulullah saw yang kaya sehingga para sejarawan menjulukinya dengan Si Tangan Emas, tak pernah membedakan dirinya dengan budak. Ketika ia sedang berada di tengah para sahayanya, orang-orang sulit membedakan, mana Abdurahman dan mana budaknya.

Sungguh, Allah sangat suka terhadap orang yang merendah di hadapan-Nya, sehingga diangkatlah derajat kemuliaannya ke tingkat yang sangat tinggi di hadapan semua makhluk. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk,” (QS al-Bayyinah: 7).

Sebaliknya betapa Allah sangat murka terhadap orang-orang yang menyombongkan diri di muka bumi. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,” (QS an-Nisa: 36). Surga pun mengharamkan dirinya untuk dimasuki oleh orang-orang yang di qalbunya terdapat kesombongan walau hanya sebesar debu. Rasulullah saw bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan, walaupun seberat biji sawi,” (HR Muslim).

Rahasia hidup sukses atau hina, tidak terlepas dari seberapa mampu seseorang menempatkan dirinya sendiri di hadapan Allah SWT. Tawadhu, inilah kunci bagi siapa saja yang ingin memiliki pribadi unggul.

Seseorang akan lebih cepat berhasil jika ia mempunyai sifat tawadhu. Kunci terpenting untuk sukses adalah kesanggupan menyerap ilmu dan kemampuan mendengar serta menimba ilmu dari orang lain. Hal ini akan membuat kita semakin cepat melesat dibandingkan dengan orang-orang sombong, merasa pandai sendiri, mengganggap cukup dengan ilmu yang dimilikinya. Biasanya, orang seperti ini akan merasa dirinya tak lagi membutuhkan pendapat, pandangan, dan visi orang lain.

Kita, makhluk serba terbatas. Bahkan, hanya untuk melihat kotoran di mata atau hidung sendiri, kita tak mampu. Kita membutuhkan cermin dan alat bantu agar bisa menguji semua yang kita miliki atau melengkapi yang belum kita miliki.

Kita harus menjadi orang yang “tamak” terhadap ilmu, serakah terhadap pengalaman dan wawasan. Setiap bertemu dengan orang lain, lihatlah kelebihannya, simaklah kemampuannya, ambillah ilmunya. Hal ini takkan menjadikan orang tersebut bangkrut dan tidak memiliki kelebihan lagi. Sebaliknya, kemampuan orang yang kita mintai ilmunya akan semakin berkembang.

Sikap tawadhu sangat erat kaitannya dengan sifat ikhlas. Rangkuman keikhlasan seorang hamba ada pada ketawadhuan. Orang yang tawadhu, menanamkan keikhlasan dan bersarang di hatinya. Karena, ketawadhu’an lebih berfungsi horisontal. Tawadhu’ banyak berhubungan dengan manusia secara sosial. Sedangkan ikhlas, lebih bersifat vertikal, langsung pada Allah.

Seseorang belum dikatakan tawadhu kecuali jika telah melenyapkan kesombongan yang ada dalam dirinya. Semakin kecil sifat kesombongan dalam diri seseorang, semakin sempurnalah ketawadhuannya. Allah berfirman, “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya,” (QS al-A’raaf: 146).

Tawadhu adalah salah satu akhlak mulia yang menggambarkan keagungan jiwa, kebersihan hati dan ketinggian derajat pemiliknya. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bersikap tawadhu karena mencari ridha Allah maka Allah akan meninggikan derajatnya. Ia menganggap dirinya tiada berharga, namun dalam pandangan orang lain ia sangat terhormat. Barangsiapa yang menyombongkan diri maka Allah akan menghinakannya. Ia menganggap dirinya terhormat, padahal dalam pandangan orang lain ia sangat hina, bahkan lebih hina daripada anjing dan babi,” (HR al-Baihaqi).

Ironisnya, kini kesombongan menjadi “pakaian” yang dikenakan banyak orang. Suka membanggakan diri, merasa tinggi melebihi orang di sekitarnya, merasa orang lain membutuhkannya, suka memamerkan apa yang dimilikinya, dan tidak mau menyapa lebih dahulu menjadi fenomena yang mudah dilihat di mana-mana.

Hepi Andi [sabili]

Sumber : http://www.oaseislam.com

Read More...

Capres Langitan

eramuslim - Suminah, nama lengkapnya, yang biasa di panggil Mpok Minah, terlihat kusut wajahnya, sambil membolak-balikan Koran. "Ahh... sulit amat yaa milih presiden aja!" ujarnya.

Mas Parno si penjual pisang goreng yang biasa mangkal di depan rumahnya, dengan wajah sumringah, terlihat beberapa butiran keringat mengucur dari keningnya, dan setumpuk gorengan yang belum laku terjual, sedang matahari kian terik, menimpali celotehan Mpok Minah. "Wah aku juga sekarang lagi bingung nih, dulu saya milih Bu Mega, karena bapak saya katanya dapat wangsit dari mimpinya untuk selalu dukung Mega, kan Mega anaknya Soekarno... Jangan lupa lo Mpok, Soekarno itu ilmunya banyak, pasti kan anaknya juga begitu!" urainya polos. "Tapi terus terang aja, sekarang saya masih tetap susah... tapi ya pilih aja deh Mega lagi, abis wangsitnya begitu..." begitulah ujar Mas Parno yang tetap pada pendiriannya.


Nia, seorang karyawati salah satu bank, yang duduk di samping Mpok Minah, sambil menikmati sepiring ketoprak, menyahuti dengan santai, "Ehh, jangan asal pilih Bang, jangan mau susah melulu, pilih dong yang paling Abang senengin, biar ada perubahan. Kalau aku sih, SBY dong," tegasnya. "Kenapa? Ganteng, wibawa, dan terukur ucapannya...," begitu ujarnya sambil tersenyum kecil. "Udah bosan mas, negeri ini dipegang sipil nggak keruan begini, penggangguran banyak, kerusuhan di mana mana," ujarnya ceriwis.

"Eh Nia, kamu tahu tidak partai yang dukung SBY jadi Capres?" Celetuk Tono yang berada di samping kanannya. "Ya enggak tahu sih gitu jelas latar belakangnya?" Ujar Nia. "Tapi partai kan hanya alat saja, toh nanti kalau dia terpilih dia kan udah berjanji utuk memilih kabinetnya dari orang professional. Udah deh pilih SBY aja... enggak bakalan rugi..!" Ujarnya sedikit memaksa.

"Wah...wah, diskusi makin hangat yaa!" Celetuk Tono, putra Mpok Minah. "Kamu mau tanya nih calon gue, dengan tegas jawabnya, Wiranto! Menurut matematis nih gue bilang! Wiranto dan Mega akan menjadi 2 besar, dan Wirantolah yang paling bisa saat ini menghentikan gerakan Mega," gayanya layaknya pengamat politik kawakan. "Gue sih intinya asal jangan Mega! Berani taruhan, Wiranto pasti akan jadi presiden!" Sambil mengacungkan jempol tangannya. "Nih, nasehat gue, seharusnya ente-ente pade nih sesame ummat Islam harus mendukung dia agar Mega tidak kembali mimpin bangsa ini lagi, kan udah jelas situasinya kalau dia mimpin, banyak diemnya," ujarnya tegas dan langsung ngacir ke dalam rumah mpok Minah.

Pak Bintoro, tetangga sebelahnya yang sehari harinya sebagai guru madrasah terusik dengan dialog hangat tersebut, dia pun keluar dari rumahnya dan menimpali, "Kalian semua harusnya melihat sejarah, setahu saya, yang paling awal menggiring reformasi ini kan Pak Amien, dia kan dari Muhammadiyah! Dia yang paling getol tuh waktu nyuruh Soeharto turun. Jangan lupa tuch!"

"Tapi kan secara matematis Pak Amien akan kalah dari calon lainnya," ujar Nia menimpali.

"Kalah apanya pemilu aja belum!" ngotot Pak Bintoro. "Jadi siapa lagi yang kamu pilih yang wakilin ummat! Dia Pak Amien seharusnya yang kalian dukung biar menang, bersatulah! Lihat deh, pemimpin mana yang paling bersih dari latar belakang maupun kejelasan hartanya... Aduh, jangan pilih capres yang lain deh, yang tidak jelas juntrungannya, belum lagi ada kesalahan kesalahan masa lalu dan dekat dengan orde baru," ujarnya menutup diskusinya.

"Pak Bintoro!" Kejar Nia. "Kalau mau wakilin ummat ini, kenapa enggak pilih sekalian Hamzah Haz, kan dia dulunya orang PPP, udah ketahuan tuch Ka'bah lambang partainya, jangan buat bingung kita kita dong! Dan dia juga udah pengalaman, kan udah jadi wakil presiden, kenapa kita tak pilih dia aja, engkong engkong kita juga nyuruhnya pilih dia."

Pak Somad, suami Mpok Minah tersenyum mendengar dialog ini, "Subhanallah," ujarnya halus. "Luar biasa bangsa ini, se-RT aja untuk pilih presiden udah beragam, hati-hati jangan sampe pade berantem."

Lalu Mpok Minah, Nia, Pak Bintoro, serta Tono yang keluar lagi dari rumah memandang Pak Somad, seolah ingin mendengarkan pertimbangan dari Pak Somad. Pak somad mengerti, mereka semua ingin adanya tanggapan darinya, lalu dengan menghela nafas, Pak Somad berujar, "Saya sih tetap pilih ALLAH!" Ujarnya tegas.

Mereka menjadi semakin bingung, lalu lanjutnya, "Saya kembalikan semua kepadaNYA, manusia udah berikhtiar, Allah lah penentu keputusanNYA. Udah deh kita semua yakin itu pasti ada jawabannya. Sebagai manusia kita perlu ikhtiar untuk memilih calon kita, tapi perlu diingat setiap kita memilih sesuatu, itu akan terbawa menuju akherat. Jangan salah pilih, jangan golput, jangan ikut-ikutan, pilihlah calon presiden dengan penilaian langit! Jangan pikirin dulu kita kalah atau menang, apalagi secara matematis, kan kemenangan itu hanyalah milik Allah, jangan pilih pemimpin bermental dunia."

"Apa tuh pak, penilaian langit?" Ujar Tono ingin tahu.

Lalu Pak somad menimpali, "Pemimpin yang sesuai penilaian langit adalah pemimpin yang akan membawa rakyatnya semakin dekat dengan Tuhannya! Itu inti masalahnya, kalo rincinya, pertama, ya cari aja pemimpin yang paling jelas aqidahnya! tidak terkotori hal-hal yang membuat aqidahnya cacat, dari tindakan maupun perkataannya. Kedua, pemimpin yang tidak haus terhadap harta. kan kita bisa lihat jelas tuh..., apalagi kalo udah jadi pejabat, kan kita bisa lihat perubahannye. Hartanye makin banyak atau tetap," ujarnya senyum.

"Ketiga," lanjutnya, "Pemimpin yang paling banyak infak buat rakyatnya. Nah ini sebuah ciri khusus nih buat pemimpin atau orang orang mukmin, coba dengerin nih di surat Ali Imran ayat 92, 'Kamu sekali kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu nafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui'. Jadi pemimpin yang harus dipilih adalah infaqnya makin banyak dari harta-harta yang dia paling cintai. Itu syaratnya, bukan nilepnya semakin banyak. He...he..he... Nah jelas kan siapa yang harus kita pilih. Coba aja deh kita telusuri para calon pemimpin kita dari tiga hal itu, saya yakin kalian akan menemukannya," jelasnya layaknya seorang Kiyai.

Mpok Mineh, Nia, Tono dan Mas Parno tersenyum lega dan Pak Bintoro lebih tersenyum lepas, karena mereka sekarang sudah punya pegangan untuk menentukan pilihannya.

Abu Faiz

Sumber : http://www.oaseislam.com

Read More...

Aku Ingin Anak Lelakiku Menirumu

Aku Ingin Anak Lelakiku Menirumu
Oleh : Neno Warisman - 'Izinkan Aku Bertutur'

Ketika lahir, anak lelakiku gelap benar kulitnya, Lalu kubilang pada ayahnya: "Subhanallah, dia benar-benar mirip denganmu ya!"
Suamiku menjawab: "Bukankah sesuai keinginanmu? Kau yang bilang kalau anak lelaki ingin seperti aku."
Aku mengangguk. Suamiku kembali bekerja seperti biasa.

Ketika bayi kecilku berulang tahun pertama, aku mengusulkan perayaannya dengan mengkhatam kan Al Quran di rumah Lalu kubilang pada suamiku: "Supaya ia menjadi penghafal Kitabullah ya,Yah."
Suamiku menatap padaku seraya pelan berkata: "Oh ya. Ide bagus itu."

Bayi kami itu, kami beri nama Ahmad, mengikuti panggilan Rasulnya. Tidak berapa lama, ia sudah pandai memanggil-manggil kami berdua: Ammaa. Apppaa. Lalu ia menunjuk pada dirinya seraya berkata: Ammat! Maksudnya ia Ahmad. Kami berdua sangat bahagia dengan kehadirannya.

Ahmad tumbuh jadi anak cerdas, persis seperti papanya. Pelajaran matematika sederhana sangat mudah dikuasainya. Ah, papanya memang jago matematika. Ia kebanggaan keluarganya. Sekarang pun sedang S3 di bidang Matematika.

Ketika Ahmad ulang tahun kelima, kami mengundang keluarga. Berdandan rapi kami semua. Tibalah saat Ahmad menjadi bosan dan agak mengesalkan. Tiba-tiba ia minta naik ke punggung papanya. Entah apa yang menyebabkan papanya begitu berang, mungkin menganggap Ahmad sudah sekolah, sudah terlalu besar untuk main kuda-kudaan, atau lantaran banyak tamu dan ia kelelahan.

Badan Ahmad terhempas ditolak papanya, wajahnya merah, tangisnya pecah, Muhammad terluka hatinya di hari ulang tahunnya kelima. Sejak hari itu, Ahamad jadi pendiam. Murung ke sekolah, menyendiri di rumah. Ia tak lagi suka bertanya, dan ia menjadi amat mudah marah.

Aku coba mendekati suamiku, dan menyampaikan alasanku. Ia sedang menyelesaikan papernya dan tak mau diganggu oleh urusan seremeh itu, katanya.

Tahun demi tahun berlalu. Tak terasa Ahmad telah selesai S1. Pemuda gagah, pandai dan pendiam telah membawakan aku seorang mantu dan seorang cucu. Ketika lahir, cucuku itu, istrinya berseru sambil tertawa-tawa lucu: "Subhanallah! Kulitnya gelap, Mas, persis seperti kulitmu!"

Ahmad menoleh dengan kaku, tampak ia tersinggung dan merasa malu. "Salahmu. Kamu yang ingin sendiri, kan. Kalau lelaki ingin seperti aku!"

Di tanganku, terajut ruang dan waktu. Terasa ada yang pedih di hatiku. Ada yang mencemaskan aku. Cucuku pulang ke rumah, bulan berlalu.

Kami, nenek dan kakeknya, datang bertamu. Ahmad kecil sedang digendong ayahnya. Menangis ia. Tiba-tiba Ahmad anakku menyergah sambil berteriak menghentak, "Ah, gimana sih, kok nggak dikasih pampers anak ini!" Dengan kasar disorongkannya bayi mungil itu.

Suamiku membaca korannya, tak tergerak oleh suasana. Ahmad, papa bayi ini, segera membersihkan dirinya di kamar mandi.

Aku, wanita tua, ruang dan waktu kurajut dalam pedih duka seorang istri dan
seorang ibu. Aku tak sanggup lagi menahan gelora di dada ini. Pecahlah tangisku serasa sudah berabad aku menyimpannya.

Aku rebut koran di tangan suamiku dan kukatakan padanya: "Dulu kau hempaskan Ahmad di lantai itu! Ulang tahun ke lima, kau ingat? Kau tolak ia merangkak di punggungmu! Dan ketika aku minta kau perbaiki, kau bilang kau sibuk sekali. Kau dengar? Kau dengar anakmu tadi? Dia tidak suka dipipisi. Dia asing dengan anaknya sendiri!"

Allahumma Shali ala Muhammad. Allahumma Shalli alaihi wassalaam.

Aku ingin anakku menirumu, wahai Nabi. Engkau membopong cucu-cucumu di punggungmu, engkau bermain berkejaran dengan mereka Engkau bahkan menengok seorang anak yang burung peliharaannya mati. Dan engkau pula yang berkata ketika seorang ibu merenggut bayinya dari gendonganmu, "Bekas najis ini bisa kuseka, tetapi apakah kau bisa menggantikan saraf halus yang putus di kepalanya?"

Aku memandang suamiku yang terpaku. Aku memandang anakku yang tegak diam bagai karang tajam. Kupandangi keduanya, berlinangan air mata. Aku tak boleh berputus asa dari Rahmat-Mu, ya Allah, bukankah begitu?

Lalu kuambil tangan suamiku, meski kaku, kubimbing ia mendekat kepada Ahmad. Kubawa tangannya menyisir kepala anaknya, yang berpuluh tahun tak merasakan sentuhan tangan seorang ayah yang didamba.

Dada Ahmad berguncang menerima belaian. Kukatakan di hadapan mereka berdua, "Lakukanlah ini, permintaan seorang yang akan dijemput ajal yang tak mampu mewariskan apa-apa: kecuali Cinta. Lakukanlah, demi setiap anak lelaki yang akan lahir dan menurunkan keturunan demi keturunan. Lakukanlah, untuk sebuah perubahan besar di rumah tangga kita! Juga di permukaan dunia. Tak akan pernah ada perdamaian selama anak laki-laki tak diajarkan rasa kasih dan sayang, ucapan kemesraan, sentuhan dan belaian, bukan hanya pelajaran untuk menjadi jantan seperti yang kalian pahami. Kegagahan tanpa perasaan.

Dua laki-laki dewasa mengambang air di mata mereka. Dua laki-laki dewasa dan seorang wanita tua terpaku di tempatnya. Memang tak mudah untuk berubah. Tapi harus dimulai. Aku serahkan bayi Ahmad ke pelukan suamiku. Aku bilang: "Tak ada kata terlambat untuk mulai, Sayang."

Dua laki-laki dewasa itu kini belajar kembali. Menggendong bersama, bergantian menggantikan popoknya, pura-pura merancang hari depan si bayi sambil tertawa-tawa berdua, membuka kisah-kisah lama mereka yang penuh kabut rahasia, dan menemukan betapa sesungguhnya di antara keduanya Allah menitipkan perasaan saling membutuhkan yang tak pernah terungkapkan dengan kata, atau sentuhan.

Kini tawa mereka memenuhi rongga dadaku yang sesak oleh bahagia, syukur pada-Mu Ya Allah! Engkaulah penolong satu-satunya ketika semua jalan tampak buntu. Engkaulah cahaya di ujung keputusasaanku.

Tiga laki-laki dalam hidupku aku titipkan mereka di tangan-Mu. Kelak, jika aku boleh bertemu dengannya, Nabiku, aku ingin sekali berkata: Ya, Nabi. aku telah mencoba sepenuh daya tenaga untuk mengajak mereka semua menirumu!

Amin, alhamdulillah



Sumber : http://www.oaseislam.com

Read More...